Senin, 01 April 2019

“Memories of Alhambra; kisah Seputar Peradaban Islam yang Tenggelam di Andalusia”


...
"Alhambra"
....
Baru-baru ini, ada sebuah drama Korea yang berjudul “Memories Of Alhambra” yang sebagian proses syutingnya dilakukan langsung di Andalusia, Spanyol. Mungkin banyak di antara kita yang tidak menonton drama ini, terlebih jika bukan dari barisan pecinta Kpop. Tapi, informasi terkait drama ini, bahkan trailernya banyak berseliweran di timeline media sosial. Sebagai Muslim, seperti ada getaran kebanggan juga kesedihan di dalam hati tiap kali mendengar atau membaca apapun yang berhubungan dengan Alhambra, Andalusia dan Granada. Memories of Alhambra, menggelitik sanubari untuk kembali membuka lembaran sejarah mengenai gemilangnya Islam di Semenanjung Iberia, sekitar lima abad yang silam.
Saat ini, Andalusia merupakan bagian dari Spanyol, negara yang lebih terkenal dengan Madrid dan Barcelonanya, terletak di bagian selatannya Semenanjung Iberia dan menghadap langsung ke Laut Mediterania dan Samudra Atlantik, sedang dengan Benua Afrika, Andalusia hanya dipisahkan oleh selat sempit bernama Selat Gibraltar. Saat Islam berkuasa di wilayah Semenanjung Iberia ini, kekuasaan Islam tidak hanya mencakup Spanyol, tapi juga meliputi Portugis dan sebagian besar wilayah selatan Prancis.
Nama Andalusia berasal dari bahasa Arab “ Al Andalus”, nama ini diambil dari nama bangsa yang menguasai Spanyol sebelum Islam tiba, yaitu bangsa Vandal, sebuah bangsa yang diperkirakan berasal dari Skandinavia Selatan. Bangsa Vandal menguasai Semenanjung Iberia (nama tua untuk Spanyol dan Portugis) sejak awal abad ke 5 masehi. Sebagian besar rakyat Vandal menganut Katolik namun di Andalusia saat itu juga terdapat sebagian kecil bangsa Yahudi. Bangsa Vandal akhirnya diperangi dan dikuasai oleh Bangsa Goth  (Visigoth) yang memaksakan ajaran Kristen Arian kepada mereka. Bukan hanya memaksakan keyakinan, Bangsa Vandal juga hidup tertindas secara ekonomi dan sosial di bawah kekuasaan Visigoth.

Di awal pemerintahannya, kerajaan Visigoth ini merupakan kerajaan yang kuat, namun karena adanya perselisihan dan perpecahan di dalam kerajaan itu, bangsa Vandal yang hidup dalam penindasan memanfaatkan kesempatan itu untuk meminta bantuan kepada seorang Kahlifah Muslim di Afrika Utara untuk membebaskan negeri mereka dari kezdhaliman Raja Roderick, yaitu Musa Bin Nushair. Pada saat itu, Umat Islam masih berada di bawah kekhalifahan Bani Umayyah yang beribukota di Damaskus, Suriah.
Musa Bin Nushair, yang menjabat sebagai Gubernur di Afrika Utara, meminta persetujuan dari Khalifah Al Walid Bin Abdul Malik di Damaskus. Setelah mendapat persetujuan dari Khalifah Walid Bin Abdul Malik, Musa Bin Nushair kemudian mengutus Tharif Bin Malik bersama 5OO pasukannya yang mempunyai misi sebagai pasukan perintis untuk mempelajari wilayah di Andalusia. Pasukan Tharif Bin Malik lalu disusul oleh pasukan Thariq Bin Ziyad. Dua pasukan ini dapat menguasai Andalusia dari cengkeraman Raja Visigoth dengan bantuan Julian. Julian adalah seorang gubernur Ceuta yang menaruh dendam pada Raja Roderick, ia memiliki peranan besar dalam upaya perebutan kekuasaan di Andalusia oleh pasukan muslim.
Thariq Bin Ziyad dengan pasukannya yang merupakan bangsa Berber, yaitu bangsa asli Afrika Utara juga dibantu oleh pasukan arab atas perintah Khalifah Al Walid. Thariq Bin Ziyad sendiri merupakan Muslim Berber, atau disebut juga dengan bangsa Moors. Pasukan-pasukan ini menyebrangi terusan Gibraltar dengan kapal-kapal yang disediakan oleh Julian. Thariq Bin Ziyad dengan 7.OOO pasukannya disusul oleh Musa Al Nushair dengan 5.OOO pasukan pula. Jumlah mereka tetap kalah jauh dari Pasukan Raja Roderick yang berjumlah 1OO.OOO orang, tapi tetap saja pasukan Thariq Bin Ziyad yang memenangkan pertempuran itu. Raja Roderick dapat dikalahkan dan Kota Toledo, yang merupakan ibukota Visigoth dapat ditaklukkan, beserta kota-kota penting lainnya seperti Granada, Cordova, Seville, Merida, Sidonia, hingga Saragosa dan Navare. Maka sejak itu, dimulailah pemerintahan Islam di Bumi Andalusia.
Pengaruh pemerintahan dan kebudayaan Islam di Andalusia dapat diterima dengan cepat oleh rakyat Andalusia karena pemimpin-pemimpin Muslim menjunjung tinggi toleransi antar agama dan menghargai hak-hak masyarakatnya. Selama delapan abad kekuasaan Islam di Spanyol, kepemimpinan Andalusia silih berganti. Di periode-periode awal, Andalusia masih di bawah kekuasaan Bani Umayyah dan dipimpin oleh seorang gubernur yang disebut wali. Setelah lepas dari Bani Umayyah, Andalusia dipimpin oleh seorang Amir. Di periode ini, Andalusia mulai mengalami kemajuan yang pesat di berbagai bidang. Amir pertama Andalusia yang bernama Abdurrahman Ad Dhakil memiliki perhatian yang tinggi pada pendidikan. Ia banyak mendirikan sekolah-sekolah dan juga mendirikan mesjid Cordova, mesjid megah yang sayangnya hari ini telah beralih fungsi menjadi gereja semenjak Andalusia diberanguskan oleh Kerajaan Sisilia.
Amir-amir Andalusia berikutnya juga memiliki perhatian tinggi pada pembangunan dan pembenahan hukum serta militer. Andalusia menjadi kiblat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di Eropa. Andalusia banyak melahirkan para ilmuan-ilmuan di berbagai bidang pengetahuan. Ada Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail, dan Ibnu Rusyid di bidang Filsafat. Ada Ibnu Sina dan Az Zahrawi dari dunia kedokteran, Ada Al Idrisi dari bidang Geografi. Abbas Bin Firnas seorang pakar sains. Ada juga Ibrahim Bin Yahya dari ilmu astronomi. Pada bidang arsitektur, kejayaan Andalusia masih memiliki bukti hingga hari ini, seperti Istana Alhambra di Granada, Mesjid Cordoba, Medina Az zahra, Istana Alijefaria di Zaragoza, Menara Giralda di Sevilla sekarang menjadi menara lonceng Katedral Sevilla  dan masih banyak yang lainnya.
Istana Alhambra, bisa dibilang sebagai peninggalan paling berharga dari Islam yang pernah berjaya di Spanyol. Istana dengan nilai arsitektur tinggi ini menjadi bukti betapa tingginya peradaban Islam di Eropa pada masa lalu. Kekuasaan Islam yang mulai melemah pada abad ke 12 menyisakan pertahanan terakhir umat muslim di kota Granada. Di kota Granada inilah terletaknya istana menawan itu. Alhambra dibangun oleh Bani Ahmar atau bangsa Moor. Imperium Islam di Andalusia terpecah-pecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil dan kerajaan Bani Ahmar adalah kesultanan terakhir yang mampu bertahan dari serangan-serangan kerajaan katolik. Tapi kerajaan Bani Ahmar juga tak luput dari permasalahan-permasalahan internal. Adanya perselisihan dalam keluarga kerajaan mengakibatkan Bani Ahmar menjadi rapuh dak tak mampu membendung serangan dari dua kerjaan Kristen yang saling bekerjasama untuk menenggelamkan kekuasaan Islam di Andalusia, yaitu kerajaan Aragon dan Kastila. Raja Ferdinand dari Aragon menikah dengan Ratu Isabella dari Kerajaan Kastila, mereka menjadi pasangan yang kompak dalam membasmi pengaruh Islam di Adalusia dengan pasukan salib mereka.
Sejarah kemunduran hingga lenyapnya imperium Islam di Spanyol adalah sejarah yang panjang. Tapi, ada benang merah yang bisa ditarik dan dijadikan pelajaran bagi umat muslim saat ini, bahwa kejayaan dunia adalah bonus yang kita terima jika kita tetap melangkah menuju Allah, tapi sebaliknya, gemilangnya kehidupan dunia akan terlepas jika kita sudah semakin jauh dari tuntutan agama. Andalusia bisa makmur di bawah kepemimpinan yang sholeh, yang menaruh perhatian besar pada pendidkan agama dan pengetahuan umum untuk rakyatnya. Kerajaan luar Islam yang menyadari bahwa kekuatan terbesar umat muslim adalah pada keimanan dan ketakwaan mereka, berusaha menghancurkan Islam dengan menggerogoti akidah umatnya. Sebelum diserang secara fisik, Aragon dan Kastilla telah terlebih dahulu menyerang umat islam melalui budaya dan pemikiran. Mereka melenakan umat muslim dengan alkohol dan rokok yang dikirim secara gratis ke Andalusia. Musik diperkenalkan untuk memalingkan wajah mereka dari Al quran. Ketika agama dilengahkan, para pemuda sibuk dengan kesenangan dunia, para pemimpin meributkan tahta, energi mereka tak lagi kuat untuk menghadapi serangan dari pasukan Salib. Kekuasaan Islam di Spanyol hancur, umatnya dihadapkan pada pilihan pahit; meninggalkan Andalusia, meninggalkan Islam untuk berpindah keyakinan atau mati dibunuh setelah disiksa dengan keji. Innalillahi wa innailaihirajiuun...



Tidak ada komentar: