Selasa, 02 Agustus 2016

Paskibra Pesisir Selatan, Sejumput Kenangan di Kota Painan

      Hari Minggu lalu (31 Juli 2016), saya pergi mengantar adik melakukan daftar ulang anggota paskibra Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2016. Daftar ulangnya dilakukan di wisma San Laida yang ada di Sago, bersebelahan dengan Islamic Centre, dan setelah daftar ulang tersebut, peserta akan langsung masuk wisma untuk seterusnya menjalani masa karantina selama pelatihan hingga selesai acara pembubaran sekitar tanggal 18 atau 19 Agustus.
Jika dari Kambang atau Lengayang, untuk sampai ke sago dari Kambang terlebih dahulu melewati Kota Painan, ibukota Kabupaten Pesisir Selatan, kota kecil yang bagiku sarat akan kenangan.
Sepuluh tahun yang lalu, tepatnya di Agustus 2006, saya juga menjalani masa pelatihan paskibra Kabupaten Pesisir Selatan selama tiga minggu. Bedanya dengan sekarang, pelatihan masa itu diadakan di Gor Ilyas Yakub dan pesertanya menginap di asrama bola yang ada di GOR itu. Waktu itu saya baru saja naik ke kelas dua SMA. Masa-masa remaja yang (seharusnya) indah.
Saya menjadi bagian dari 70 orang peserta yang berasal dari SMA dan SMK dari Lunang Silaut hingga Tarusan. Yang diikutkan untuk seleksi pada tahun itu sepertinya tidak seluruh sekolah, karena seingat saya ada SMA dan SMK yang tidak mengutus wakilnya di seleksi dan juga tidak ada peserta dari Madrasah Aliyah. Saya tidak tahu ini karena alasan apa. Seleksi diikuti oleh ratusan peserta yang diselenggarakan di GOR Zaini Zein Painan. Saya waktu itu ikut seleksi bersama 19 teman-teman lainnya dari SMANDU Lengayang dan yang lolos hanyalah empat orang. Jumlah yang lumayan banyak untuk sekolah-sekolah yang berada di selatannya kabupaten yang juga terletak di selatan Sumatera Barat ini. Karena memang dari tahun ke tahun anggota Paskab Pessel ini didominasi oleh peserta yang berasal dari sekolah-sekolah yang ada di Painan dan sekitarnya (Kec. Ampek Jurai). Untuk tahun ini saja dari SMANDU Lengayang hanya lolos dua orang peserta.
Sepertinya banyak yang berbeda dari pelaksanaan Paskab Pessel tahun ini. Selain penginapan peserta yang berpindah lokasi dari Painan ke Sago, urusan daftar ulang hingga pengaturan masuk asrama juga berpindah tangan. Seingat saya, sepuluh tahun yang lalu, mulai dari tahapan seleksi, masuk asrama, pelatihan, pengukuhan, pembubaran hingga penerimaan piagam penghargaan, keseluruhannya di handle oleh pelatih dan pembina yang merupakan gabungan dari TNI, POLRI dan Pemda. Tapi pada tahun ini (saya tidak tahu sejak kapan mulainya), prosesi daftar ulang di atur oleh beberapa orang purna yang sepertinya juga berasal dari Kota Painan dan sekitarnya. Sebenarnya memang tak penting siapa atau bagaimana pengaturannya, yang penting adalah mana baiknya, toh catatan ini juga cuma sekedar cuap-cuap saya yang kebetulan menyaksikannya.
Purna Paski Pessel memang memiliki organisasi sendiri bernama PPI Pessel, yang merupakan turunan dari organisasi Purna Paskibra Indonesia. Saya tak tahu seluk beluk organisasi ini karena memang saya tak pernah aktif di sana, hanya sekedar terdaftar di grup yang ada di Facebook saja.
Menjadi anggota paski memang memberikan banyak pengalaman meski saat menjalani masa pelatihannya lumayan terasa berat. Jam enam pagi seluruh anggota (kecuali yang piket harian) harus sudah membentuk barisan rapi di jalan yang ada di belakang asrama. Setelah itu akan ada salah seorang pelatih yang akan memandu untuk lari pagi mengitari hampir seperempat kota (Painan memang kota kecil). Dan setelah itu, akan diberi waktu sekitar setengah jam untuk bersih-bersih diri. Kalau waktunya sempat dan airnya ada, kami bisa mandi, tapi selama pelatihan kami memang lebih sering tidak mandi pagi karena air jarang hidup saat pagi. Belum lagi antriannya yang selalu panjang di depan kamar mandi, dan udah gitu waktu antara selesai lari pagi dengan sarapan selalu mepet.
Setelah sarapan tak ada lagi jeda waktu untuk istirahat. Kami harus buru-buru memasang sepatu dan setelah itu langsung membentuk barisan di lapangan untuk apel pagi. Baru dianjutkan dengan latihan hingga maghrib menjelang.
Latihan paling berat dirasakan di hari-hari pertama yaitu di saat latihan fisik. Hal itu dikarenakan sebagian besar peserta, terlebih perempuan, tidak terbiasa olah raga sebelum masa karantina, sementara sejak hari pertama pelatihan fisik langsung dipaksa bergerak habis-habisan dari pagi hingga sore. Kami harus lari, jalan jongkok, loncat-loncat, merangkak dan merayap. Jika ada yang salah gerakan atau berulah saat latihan, diberi hukuman berupa push up bagi yang laki-laki dan skot jump bagi yang perempuan. Saya juga ingat waktu itu hampir sebagian besar peserta perempuan mengalami memar-memar dilututnya setelah merangkak-rangkak di lapangan. Setelah makan malam terkadang masih ada kegiatan lain berupa pemberian arahan atau sekedar acara hiburan. Memasuki minggu kedua pelatihan baru terasa ringan dan menyenangkan. Sekali selama latihan kami juga dibawa refreshing ke Pantai Carocok yang tak jauh dari lokasi pelatihan (antar tempat di Kota Painan memang tak ada yang berjauhan).
Adik saya, Della, di tahun sebelumnya (Agustus 2015) juga telah mengikuti paskibra di tingkat kecamatan sebagai pembawa baki bendera. Kakak saya, Yona, juga pernah menjadi pembawa baki bendera di tahun 2007. Kami tiga saudara (tiga-tiganya perempuan) pernah mengikuti paskibra dan bahkan kakak ipar saya juga menjadi anggota paskibra di tingkat provinsi di Kota Padang. Sebenarnya untuk tahun ini kami berharap Della bisa mengikuti seleksi paski untuk provinsi. Tapi entah kenapa, undangan untuk mengikuti seleksi paski tingkat provinsi tersebut tidak sampai ke SMANDU Lengayang.
*ed

Tidak ada komentar: