Edensor adalah novel vaforitku. Sejak pertama kali membacanya pada tahun 2008 hingga sekarang, mungkin sudah ada sepuluh kali kubaca buku ketiga dari Andrea Hirata itu. Bersama Edensor, saya hanyut dalam renungan, menjadi termotivasi, kadang juga merasa tersentil dan sering juga ditatap aneh oleh Mama karena tertawa-tawa sendiri bersama sebuah bacaan.
.
Ada beberapa kutipan dalam novel Edensor ini yang menjadi vaforit saya. Saya menuliskannya kembali bukan berdasarkan urutan posisinya dalam buku, tapi berdasarkan yang paling saya suka.
.
“Tabiat orang tak berhubungan dengan gelar yang disematkan kepadanya, bukan
pula bagaimana ia menginginkan orang hormat kepadanya, tapi lebih pada berapa
besar ia menaruh hormat kepada dirinya sendiri.”
“Banyak orang
yang panjang pengalamannya tapi tak kunjung belajar, namun tak jarang
pengalaman yang pendek mencerahkan seumur hidup.”
“Tertawalah, seisi dunia akan tertawa bersaamamu; jangan bersedih karena
kau hanya akan bersedih sendirian.”
“Tak selembar pun daun jatuh tanpa
sepengetahuan Allah.”
“Jalanan adalah karya seni instalasi yang sempurna. Ia lurus, berhiaskan
lampu dan bunga, menikung, menanjak, dan kadang-kadang buntu. Ia mengarahkan,
meloloskan, menjebak dan menyesatkan.
Jalan tempat berparade, pamer kejayaan, juga tempat menggelandang. Jalan
tempat lari dari kenyataan, tempat mencari nafkah. Orang hilir mudik di jalan, bergerak
indah, melamun, riang, dan berduyun-duyun, siapa mereka? Ke manakah mereka?
Jalanan seperti panggung dengan kemungkinan konfigurasi dekorasi yang
amat luas. Semua kemungkinan seni dapat ditampilkan di jalanan. Seniman jalanan
menghadapi tantangan seni terbesar.”
“Ide-ide sinting memang selalu memiliki dua
dimensi; dicemooh atau diikuti orang-orang frustasi.”
“Langit adalah kitab yang terbentang”
“Jika hidup ini sumpama rel kereta api dalam eksperimen relativitas
Enstein, maka pengalaman demi pengalaman yang menggempur kita dari waktu ke
waktu adalah cahaya yang melesat-lesat di dalam gerbong di atas rel itu.
Relativitasnya berupa seberapa banyak kita dapat mengambil pelajaran dari
pengalaman yang melesat-lesat itu. Analogi eksperimen itu tak lain, karena
kecepatan cahaya bersifat sama dan absolut, dan waktu relatif tergantung
kecepatan gerbong. Ini pendapat Enstein maka pengalaman yang sama dapat menimpa
sapa saja, namun sejauh mana, dan secepat apa pengalaman yang sama tadi memberi
pelajaran pada seseorang, hasilnya akan berbeda, relatif satu sama lain.”
*ed
Tidak ada komentar:
Posting Komentar