Hal pertama yang ingin aku katakan adalah ; “Mama, maafkan aku”. Di usia yang telah
seperempat abad ini aku masih saja begini, seperti tanpa arah, tanpa pegangan
yang pasti. Untukmu aku juga belum melakukan banyak hal berarti. Tapi yang
pasti, Ma, aku punya tujuan, punya impian dan masih tabah memperjuangkannya
hingga kini.
Aku bukannya sedang tidak melakukan apa-apa. Hanya
saja, aku tak perlu seperti ayam, kan? Ayam memang akan bersuara gaduh meski
telur yang ia hasilkan cuma satu. Sedangkan aku tak mau bicara banyak, meski
sebenarnya apa yang sedang aku lakukan jauh lebih banyak dari orang-orang yang
sering ‘bicara banyak’ tentangku padamu atau di belakang punggungmu.
Daripada menjadi seperti buih di lautan, yang nampak
banyak tapi hilang semua begitu diletakkan di telapak tangan, aku lebih memilih
menjadi lautan itu sendiri, yang tenang dan diam, namun dalam dan
menenggelamkan.
Tak perlu risau jika aku berbeda dengan orang lain yang
seumuran aku, Ma. Karena aku memang memilih untuk berbeda. Caraku memandang
hidup dengan mereka berbeda, prinsip yang aku pegang berbeda, apa yang aku
impikan berbeda, dan karena itulah caraku memperjuangkannya juga berbeda.
Aku tak ingin sama dengan mereka, yang berlomba mencari
zona nyaman dan kemudian mencibir orang yang berada di luar kebiasaan. Memperindah
tampilan luar tapi rapuh di bagian dalam.
Aku bukannya ikut-ikutan menghujat orang yang berbeda denganku. Itu bukan tipeku. Tapi di
waktu-waktu tertentu kita memang butuh bicara banyak untuk menjelaskan sesuatu
yang buram, untuk membungkam mulut mereka yang sesuka hatinya memberi
penilaian.
Jadi, Mama, aku mohon, izinkanlah aku menjadi aku.
Meski apa yang sedang aku tanam sekarang akan butuh waktu agak panjang untuk melihatnya
berbunga. Butuh perjuangan yang lebih berat dan pengorbanan yang lebih banyak
untuk menikmati buahnya. Aku akan menghasilkan banyak ‘telurku’, tanpa perlu bersuara
gaduh.
Mama, sabarlah menerima aku yang begini adanya saat
ini, sesabar aku yang menapaki siang-siang yang pelik, yang diam-diam memeluk
segala harapan, kesulitan, dan kesedihan dalam malam dan tidurku yang lelah.
Ya, Mama, izinkanlah aku menjadi aku,...
*Elfani Dwi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar