Sabtu, 03 September 2016

'Kepada Mama; Izinkanlah Aku Menjadi Aku'



Hal pertama yang ingin aku katakan adalah ; Mama, maafkan aku. Di usia yang telah seperempat abad ini aku masih saja begini, seperti tanpa arah, tanpa pegangan yang pasti. Untukmu aku juga belum melakukan banyak hal berarti. Tapi yang pasti, Ma, aku punya tujuan, punya impian dan masih tabah memperjuangkannya hingga kini.
Aku bukannya sedang tidak melakukan apa-apa. Hanya saja, aku tak perlu seperti ayam, kan? Ayam memang akan bersuara gaduh meski telur yang ia hasilkan cuma satu. Sedangkan aku tak mau bicara banyak, meski sebenarnya apa yang sedang aku lakukan jauh lebih banyak dari orang-orang yang sering ‘bicara banyak’ tentangku padamu atau di belakang punggungmu.
Daripada menjadi seperti buih di lautan, yang nampak banyak tapi hilang semua begitu diletakkan di telapak tangan, aku lebih memilih menjadi lautan itu sendiri, yang tenang dan diam, namun dalam dan menenggelamkan.

Tak perlu risau jika aku berbeda dengan orang lain yang seumuran aku, Ma. Karena aku memang memilih untuk berbeda. Caraku memandang hidup dengan mereka berbeda, prinsip yang aku pegang berbeda, apa yang aku impikan berbeda, dan karena itulah caraku memperjuangkannya juga berbeda.
Aku tak ingin sama dengan mereka, yang berlomba mencari zona nyaman dan kemudian mencibir orang yang berada di luar kebiasaan. Memperindah tampilan luar tapi rapuh di bagian dalam.
Aku bukannya ikut-ikutan menghujat orang yang  berbeda denganku. Itu bukan tipeku. Tapi di waktu-waktu tertentu kita memang butuh bicara banyak untuk menjelaskan sesuatu yang buram, untuk membungkam mulut mereka yang sesuka hatinya memberi penilaian.
Jadi, Mama, aku mohon, izinkanlah aku menjadi aku. Meski apa yang sedang aku tanam sekarang akan butuh waktu agak panjang untuk melihatnya berbunga. Butuh perjuangan yang lebih berat dan pengorbanan yang lebih banyak untuk menikmati buahnya. Aku akan menghasilkan banyak ‘telurku, tanpa perlu bersuara gaduh.
Mama, sabarlah menerima aku yang begini adanya saat ini, sesabar aku yang menapaki siang-siang yang pelik, yang diam-diam memeluk segala harapan, kesulitan, dan kesedihan dalam malam dan tidurku yang lelah.
Ya, Mama, izinkanlah aku menjadi aku,...
*Elfani Dwi          

Tidak ada komentar: