Aku tahu
kau sering melakukan itu, berdiri di depan cermin untuk sejenak memerhatikan
raut mukamu yang lelah. Lalu kau memaksakan sebuah senyuman sekadar meyakinkan
diri bahwa kau belum lupa bagaimana caranya.
Senyum itu
hanya sejenak, dan kau paham betul bahwa senyum yang dipaksakan memang tak
pernah bertahan lama.
Lalu,
seperti biasa kau awali hari dengan satu helaan nafas panjang. Membujuk diri
untuk tabah dan berdamai dengan luka yang masih menganga. Dan kemudian, di
sepanjang sisa hari kau rasakan dadamu dihantam berbagai kecemasan yang
menggerus habis sinar di rautmu.
Kau melakukan
banyak hal untuk banyak orang dan hanya menyisakan sedikit waktu untuk sesuatu
yang benar-benar untuk dirimu seorang. Berbagai pekerjaan melelahkan yang
menyedot banyak tenaga dan pikiran, dan baru di ujung hari kau coba
mencuri-curi waktu untuk melanjutkan perjuangan mewujudkan sesuatu yang kau
impikan dengan sisa-sisa tenaga yang ada sembari berdoa pada Yang Maha
Pengasih; Tuhan, kuatkan aku karena aku tak mau menjadi perempuan lemah
Begitulah kau
yang kulihat, berpura baik-baik saja padahal menyimpan banyak luka. Berpura
tegar padahal butuh bahu untuk bersandar. Berpura sabar padahal sering menangis
saat sendirian.
Kau adalah
perempuan yang selalu kulihat tiap kali berdiri di depan kaca itu, tetaplah
tegar hingga hari di mana kau bisa tersenyum, sebenarnya senyum.
Untuk saat
ini, tetaplah tersenyum, karena nanti akan ada hari di mana kau tak perlu
berpura-pura lagi.
*ed
Tidak ada komentar:
Posting Komentar